Guru 2013 Guru yang Mengembangkan Diri

Mungkin banyak guru yang mengira ketika mereka selesai kuliah—dahulu—saat itulah tugas belajar dan meneliti mereka selesai. Dan tugas selanjutnya adalah berkutat dengan buku-buku teks pelajaran di sekolah, dengan sola-soal ujian semester, dan dengan soal-soal UN. Ketika mereka berhasil menaklukkan soal-soal UN maka status mereka sebagai guru dianggap memuaskan. Sementara, di luar, ilmu pengetahuan berkembang pesat. Dan ketika jarak waktu semenjak mereka lulus kuliah semakin jauh, mereka terkejut menghadapi soal-soal UKG dan mendapati skor mereka jauh di bawah ambang lulus. Mereka menyadari soal-soal UKG ternyata jauh di atas standar UN.

Keadaan seperti itu jamak, umum terdapat di mana-mana, terutama di kalangan guru-guru di daerah pelosok yang jauh dari pusat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru-guru di daerah seperti ini biasanya hanya menjalankan tugas-tugas rutin mereka sebagai guru—mengajar, mendidik, dan melatih—setelah itu selesai tanpa ada agenda untuk mengembangkan diri; belajar dan meneliti. Apa yang diajarkan pada siswa tahun ini adalah apa yang mereka berikan pada siswa tahun lalu, apa yang ditanyakan pada siswa tahun ini juga sama dengan yang ditanyakan pada siswa tahun lalu, bahkan kadang sama pula dengan beberapa tahun yang lalu.

Lingkungan dan fasilitas di daerah pelosok mungkin merupakan salah satu faktor mengapa guru enggan mengembangkan diri. Iklim di daerah yang tidak memungkinkan bagi guru-guru untuk berlomba-lomba meningkatkan pengetahuan, ditambah dengan minimnya fasilitas penunjang ilmu pengetahuan—seperti jurnal ilmiah, surat kabar, dan buku-buku—membuat guru-guru tidak termotivasi.

Di daerah umumnya guru-guru bersaing dengan harta, bukan dengan ilmu. Ketika seorang guru sudah memiliki rumah bagus, maka guru lainnya berusaha sebisa mungkin memiliki rumah serupa. Ketika salah seorang guru sudah memiliki mobil, guru-guru lain iri dan berusaha pula memiliki mobil. Tapi ketika seorang guru memiliki komputer dan akses Internet di rumahnya, tidak ada guru lain yang merasa perlu memilikinya. Jarang guru di daerah yang mengalokasikan sebagian uang TPP mereka untuk membeli buku misalnya, apalagi komputer. Bahkan ada guru bersertifikat yang mengajar dengan hanya mengandalkan satu buku teks pembagian gratis dari pemerintah, alasannya karena tidak ada toko buku.

Tapi di era digital seperti saat ini, bukan saatnya lagi toko buku dijadikan kendala. Dengan jangkauan Internet hingga ke pelosok-pelosok desa seperti sekarang, semestinya keterbatasan fasilitas pustaka tidak lagi jadi alasan bagi guru untuk tidak mengembangkan diri.

Apalagi mulai tahun 2013 nanti pemerintah akan memberlakukan peraturan bersama Mendiknas dan Kepala Kepegawaian Negara Nomor 3/V/PB/2010 dan Nomor 14 Tahun 2010 tentang petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional guru dan angka kreditnya, di mana, sebagai syarat naik pangkat, guru dituntut mengembangkan profesionalismenya secara berkelanjutan yang di dalamnya menyangkut pelaksanaan pengembangan diri, melaksanakan publikasi ilmiah (karya ilmiah) dan melaksanakan karya inovatif, yang tentu tidak akan bisa dicapai bila si guru kurang wawasan.

Ke depan, guru di daerah harus pandai-pandai memanfaatkan fasilitas Internet. Internet adalah solusi tepat bagi daerah terisolir yang tidak terdapat surat kabar dan toko buku. Dengan Internet guru-guru bisa men-download buku-buku, membaca koran, dan bahkan bisa berinteraksi dengan sesama guru di daerah lain, dan membentuk forum-forum di media jejaring sosial untuk saling bertukar pikiran atau untuk melakukan kegiatan kolektif seperti MGMP. Ya, MGMP lewat Internet, mengapa tidak? Ayo guru-guru di daerah, saatnya Anda untuk bangkit.***

comment 0 comments:

Post a Comment

 
© Hasim's Space | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger